Siaran Pers

Orangutan Artemis dan Gieke Pulang ke Rumah

Kamis, 20 Nov 2025 |

orangutan-artemis-dan-gieke-pulang-ke-rumah

SIARAN PERS
Nomor: SP.327/HUMAS/PP/HMS.3/11/2025

Kementerian Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) serta didukung Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali melepasliarkan 2 (dua) individu orangutan (Pongo pygmaeus) hasil rehabilitasi di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun tepatnya di wilayah Blok Sungai Rongun, Sub Das Mendalam, wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Padua Mendalam, pada hari Rabu, 19 November 2025.

Hal yang tidak biasa, dua individu orangutan yang “lahir di Sekolah Hutan Jerora YPOS Sintang”, bukan di tengah hutan rimba, berhasil dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun. Artemis adalah orangutan betina berusia enam tahun empat bulan yang lahir pada 1 April 2019, sedangkan Gieke adalah orangutan betina berusia enam tahun sepuluh bulan yang lahir pada 11 Oktober 2018. Kedua individu menunjukkan kemampuan menjelajah, mengenali pakan alami dan membuat sarang dengan baik selama mengikuti sekolah hutan. Kedua individu orangutan juga tidak menunjukkan ketergantungan pada manusia sehingga dinilai siap untuk dilepasliarkan.

Perjalanan menuju lokasi pelepasliaran ditempuh melalui delapan jam perjalanan darat dari Sekolah Hutan Jerora di Sintang menuju Putussibau, dilanjutkan tiga jam perjalanan air menggunakan longboat menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat. Setibanya di lokasi, keduanya menjalani habituasi satu malam untuk menjaga kondisi fisik dan psikologis tetap stabil, dengan pemeriksaan medis rutin selama proses berlangsung. Hari berikutnya baru dibawa dengan longboat selama 1 jam perjalanan menuju Sungai Rongun kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane menegaskan bahwa pelepasliaran orangutan Artemis dan Gieke merupakan bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah dalam melestarikan orangutan Kalimantan yang berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN. “Pelepasliaran ini merupakan langkah strategis dalam maemulihkan populasi orangutan di habitat alaminya. Kolaborasi lintas lembaga dan dukungan masyarakat menjadi pondasi utama dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan Kalimantan,” ujarnya.

Kegiatan pelepasliaran ini juga disambut antusias oleh masyarakat setempat, terutama kader konservasi yang terlibat langsung. Keterlibatan mereka tidak hanya bersifat teknis, namun juga emosional, karena melihat orangutan kembali ke hutan dianggap sebagai simbol keberhasilan perjuangan panjang dalam menjaga kelestarian hutan. Brigita, mahasiswa magang asal FAHUTAN UNTAN menyampaikan, “Kami bangga bisa menjadi bagian dari proses ini. Melihat orangutan kembali ke habitatnya memberikan rasa haru dan kebanggaan tersendiri bagi kami. Ini menjadi pengingat bahwa perjuangan konservasi bukan hanya pekerjaan, tetapi panggilan untuk menjaga masa depan alam kami,” ujarnya.

Kegiatan pelepasliaran ini merupakan tahapan ke-17 sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2017, dengan total 37 individu hasil rehabilitasi dan satu individu hasil translokasi yang telah dilepasliarkan di Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun. Setelah pelepasliaran, orangutan Artemis dan Gieke akan dipantau secara intensif menggunakan metode nest-to-nest selama tiga bulan, meliputi pemantauan aktivitas harian, pola makan, pergerakan serta respons terhadap habitat. Pemantauan dilakukan untuk memastikan keduanya mampu beradaptasi dengan baik dan hidup mandiri di alam liar.

Kepala Balai Besar TNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, mengatakan bahwa Mitra dan jajarannya akan mendukung kegiatan pemantauan pasca-pelepasliaran serta peningkatan peran masyarakat sekitar sebagai penjaga garis depan konservasi. “Tanpa keterlibatan aktif masyarakat, mustahil konservasi dapat berjalan berkelanjutan. Kami berharap keberhasilan ini menjadi inspirasi untuk terus menjaga hutan Kalimantan bagi generasi mendatang,” tegasnya.

Pelepasliaran kali ini menegaskan bahwa konservasi orangutan adalah upaya yang tidak hanya melibatkan keahlian teknis, tetapi juga dukungan moral dan emosional masyarakat dan pelajar/mahasiswa. Emosi positif yang muncul dari proses ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin memahami pentingnya menjaga hutan dan satwa liar sebagai bagian dari identitas dan kekayaan alam Kalimantan. Dengan semangat kolaborasi dan kepedulian bersama, diharapkan upaya konservasi terus berjalan secara berkelanjutan dan memberikan dampak nyata bagi ekosistem maupun generasi mendatang.(*)


Putussibau, 20 November 2025

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan,
Krisdianto

Website:
www.kehutanan.go.id

Youtube:
Kementerian Kehutanan

Facebook:
Kementerian Kehutanan

Instagram:
Kemenhut

Twitter:
@kemenhut_ri