Meningkatkan Pengelolaan Cagar Biosfer dan Membangun Mata Pencaharian Alternatif bagi Masyarakat
Kamis, 09 Okt 2025 | Berita

Cagar biosfer memberi peluang baru untuk menyelaraskan kepentingan konservasi dengan pemanfaatan berkelanjutan melalui pengelolaan interaksi sistem sosial dan ekologi. Oleh karena itu, pengelolaan lintas disiplin dalam memahami dan mengelola keragaman pemangku kepentingan hingga membangun mata pencaharian alternatif bagi masyarakat menjadi salah satu kunci.
Hal tersebut dipaparkan Kepala Pusat Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Hutan (P2SEMH) Kementerian Kehutanan, Dodi Sumardi pada Rapat Koordinasi Forum Koordinasi dan Komunikasi Pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siang Kecil-Bukit Batu (CB GSKBB) di Pekanbaru, Rabu (17/9/2025) lalu.
P2SEMH bermitra dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) melalui PD 712/13 Rev.3 (F) dalam membantu meningkatkan implementasi manajemen lanskap Cagar Bisofer GSKBB. “Secara khusus, kami ingin berkontribusi dalam mewujudkan tujuan pengelolaan dan fungsi dasar Cagar Bisofer GSKBB, termasuk berkontribusi dalam mencapai target FOLU Net Sink 2030,” papar Dodi.
Masalah utama yang ingin dijawab dalam program ini, yaitu belum efektifnya implementasi pengelolaan berkelanjutan dan konservasi di Cagar Bisofer GSKBB. Dodi menjelaskan, dalam menghadapi tantangan tersebut, program kerja sama ini melibatkan pihak swasta, pemerintah daerah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perguruan tinggi, hingga komunitas. Program ini dirancang untuk menghasilkan tiga luaran utama yaitu penyusunan rencana kerangka kerja bersama, penguatan kapasitas kelembagaan, dan dukungan untuk pemangku kepentingan.
Pada luaran pertama, telah dilakukan identifikasi pemangku kepentingan, pembaruan data spasial, biofisik dan sosio-ekonomi, pengembangan website dan database, serta penyusunan rencana pengelolaan terintegrasi. “Kami juga telah memfasilitasi penyusunan proposal optimalisasi pengelolaan yang diajukan untuk didanai dari sumber pembiayaan kerja sama FOLU Net Sink 2030 yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) melalui Skema Result-Based Contribution (RBC) Norwegia,” paparnya.
Pada luaran kedua penguatan kapasitas kelembagaan, selain fasilitasi revitalisasi lembaga pengelola, penyusunan rencana kerja dan penyiapan ruang sekretariat Forum, dilakukan peningkatan kapasitas profesional, serta perumusan standar pengelolaan lanskap dan standar penilaian kesesuaiannya. “Kami telah memfasilitasi pembentukan, sosialisasi dan rapat pertama Forum Koordinasi dan Komunikasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts. 765/VIII/2025, serta fasilitas rapat penyusunan rencana kerja Forum,” ungkap Dodi.
Selain itu, program ini juga telah menyusun Standar Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan sebagai Upaya Mitigasi Dampak Kegiatan Pengelolaan Lanskap Cagar Biosfer. “Manfaat standar ini apabila diterapkan adalah untuk mengurangi dampak negatif kegiatan pengelolaan cagar biosfer pada lingkungan, dengan menstandarisasi tindakan mitigasi sesuai karakter tiap zonasi di cagar biosfer,” lanjut Dodi.
Pendekatan dan intervensi langsung ke lapangan menjadi bagian dari luaran ketiga. Serangkaian dialog untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dan potensi pengembangan masyarakat dilakukan di 15 desa di 8 kecamatan pada Kab. Siak dan Kab. Bengkalis. “Kami juga membangun empat plot demonstrasi sekaligus melaksanakan pelatihan praktis budi daya lebah madu, padi ladang, produksi batik cap dengan pewarna sintetis dan alami, dan budidaya padi organik,” jelasnya.
Pelaksanaan di lapangan dibantu oleh Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Wilayah Riau. Pembangunan plot dan pelatihan ini diharapkan memberikan alternatif pencaharian bagi warga sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap cagar biosfer. Ketua Kelompok Tani Wanita Makmur Jaya, Tuti Sarinum, salah satu kelompok yang terlibat menjelaskan bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan para ibu dalam kelompok tani yang diketuainya secara bertahap selain memberikan pendapatan tambahan bagi rumah tangga juga berdampak pada menurunnya aktivitas yang dapat mengganggu ekosistem hutan.*
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan,
Krisdianto, S.Hut., M.Sc., Ph.D.