Berita

SIMONTANA, SIPONGI, dan NFI 2.0 Unjuk Gigi di GFOI Plenary 2025 Side Event Monitoring Indonesia’s Forest Towards Folu Net Sink 2030

Rabu, 22 Okt 2025 | Berita

simontana-sipongi-dan-nfi-2-0-unjuk-gigi-di-gfoi-plenary-2025-side-event-monitoring-indonesia-s-forest-towards-folu-net-sink-2030

Global Forest Observations Initiative (GFOI) Plenary 2025 menjadi ajang penting bagi koordinasi dan kolaborasi komunitas internasional dalam pemantauan sumber daya hutan dan karbon di negara-negara tropis. Dalam forum bergengsi ini, Indonesia memanfaatkan momentum untuk menampilkan berbagai kemajuan dalam pengembangan sistem monitoring hutan yang komprehensif dan inovatif untuk memotret kondisi ekosistem hutan yang unik dan beragam.

Komitmen Indonesia untuk mencapai Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink pada tahun 2030 ditopang oleh kebijakan yang kuat dan aksi nyata di lapangan, serta sistem monitoring hutan yang kredibel. Melalui Sistem Monitoring Hutan Nasional (SIMONTANA), Sistem Informasi Pemantauan Kebakaran Hutan (SIPONGI), dan National Forest Inventory (NFI) 2.0, Kementerian Kehutanan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas data serta informasi yang dihasilkan.

Side Event bertajuk Monitoring Indonesia’s Forests towards FOLU Net Sink 2030 menghadirkan narasumber utama Dr. Ruandha Agung Sugardiman (mewakili Operation Management Office FOLU Net Sink 2030), Dr. Agus Budi Santosa (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan), dan Dr. Israr Albar (Kasubdit Penanggulangan Kebakaran Hutan), serta penanggap dari Norway’s International Climate and Forest Initiatiate, FAO, European Space Agency, dan BRIN. Side Event ini dimoderatori oleh Prof. Haruni Krisnawati, Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim.

Dalam paparannya, Dr. Ruandha menjelaskan mengenai Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 dan bagaimana sistem yang dibangun oleh Kementerian Kehutanan saling terhubung untuk melacak akuntabilitas dan transparansi data dalam mendukung pencapaian target FOLU Net Sink 2030.

Sementara itu, Dr. Agus Budi memaparkan capaian dan peningkatan kualitas SIMONTANA dan NFI 2.0, antara lain melalui penyempurnaan unit pengukuran dari 6,25 ha menjadi 1 ha, penggunaan Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi kebakaran dan deforestasi, serta pemanfaatan mobile application dan web-based platform untuk merekam data lapangan secara real-time. Tantangan yang masih dihadapi juga menjadi pembahasan, seperti ketersediaan citra satelit berkualitas tinggi, pengelolaan big data, dan memastikan SIMONTANA dan NFI 2.0 konsisten dengan prinsip TACCC (Transparency, Accuracy, Consistency, Completeness and Comparability).

Dr. Israr Albar mengangkat peran SIPONGI, portal informasi yang dilengkapi berbagai fitur data yang komprehensif mengenai kebakaran hutan dan lahan, mulai dari sumber kebakaran, titik panas (hotspots), luas area yang terbakar, hingga sebaran pos pemadam kebakaran dan jumlah Manggala Agni beserta perangkat pemadam yang tersedia. Data near real-time tersebut menjadi krusial untuk mendukung pengambilan keputusan secara cepat, termasuk mobilisasi sumber daya di lapangan untuk mencegah meluasnya kebakaran.

Apresiasi disampaikan oleh perwakilan Ministry of Climate and Environment Norwegia atas kemitraan yang sudah terjalin lama dengan Indonesia. Kerja sama yang diperpanjang sampai dengan tahun 2030 diharapkan semakin memperkuat perkembangan sistem monitoring hutan di Indonesia.

Kerja sama selama lebih dari empat dekade antara Indonesia dengan FAO juga telah membawa kemajuan yang membanggakan, salah satunya ditunjukkan oleh adanya NFI 2.0. FAO memberikan ucapan selamat atas capaian yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dan akan terus mendukung inovasi selanjutnya.

Data yang berkualitas dari satelit menjadi perhatian dari European Space Agency (ESA). Kesempatan terbuka luas untuk Indonesia untuk berkolaborasi dengan ESA dalam hal penyediaan data dan informasi serta teknologi untuk memperkuat sistem monitoring hutan nasional.

Sebagai mitra nasional, BRIN menyampaikan dukungan penuh teknis pengolahan data dan analisis data pada sistem monitoring hutan. Dengan penyempurnaan metode dan analisis yang dilakukan terus menerus akan meningkatkan akurasi dan kepercayaan. BRIN juga mengingatkan agar monitoring hutan tidak semata-mata terkait pohon dan karbon, tetapi perlu diintegrasikan juga dengan perspektif ekologi dan konservasi keanekaragaman hayati sebagai wujud dedikasi Indonesia dalam pengelolaah hutan secara lestari.