Satgas PKH dan Kementerian Kehutanan Tertibkan Kegiatan Ilegal di Kawasan Konservasi TNGHS
Kamis, 04 Des 2025 |

SIARAN PERS
Nomor: SP.358/HUMAS/PP/HMS.3/11/2025
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) bersama Komandan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda dan Gubernur Banten bersama-sama tertibkan kegiatan ilegal termasuk Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan penggunaan lainnya dalam TNGHS, Banten, 3 Desember 2025. Penertiban tersebut mencakup areal seluas 105.072 Ha termasuk di Blok Cimari, Cirotan dan Sopal, serta di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten seluas 31.976 Ha,
Dari upaya penertiban ini, Ditjen Gakkumhut telah berhasil melakukan penguasaan kembali lahan dari kegiatan ilegal berupa lubang PETI sebanyak 55 lubang. Kegiatan ini adalah operasi periode 3 yang merupakan lanjutan periode 1 dan periode 2 penertiban PETI di TNGHS, yakni di wilayah Kabupaten Bogor tanggal 28 Oktober – 6 November 2025 dan di Kabupaten Sukabumi tanggal 18 – 22 November 2025.
Sarana PETI di TNGHS yang telah dilakukan penanganan di dua lokasi tersebut yaitu: lubang PETI sebanyak 281 lubang, bangunan pengolahan emas dan tenda ± 811 unit, Tabung Besi/ Gelundung ± 20.000 unit, mesin-mesin ± 105 unit, dan pemutusan kabel instalasi listrik PLN 44 jaringan.
Komandan Satgas PKH Mayjen Dody Triwanto menyampaikan sangat mengapresiasi Kementerian Kehutanan atas peran aktif penertiban kawasan hutan, hingga negara berhasil menguasai 3,4 juta Ha.
Dalam kerangka opsgab satgas PKH periode 3 ini, penertiban yang dilakukan di kawasan TNGHS dan Hutan Produksi Terbatas penyangga seluas 105.072 Ha telah berhasil menghentikan dan menertibkan TNGHS dan penyangganya dan membongkar sarana yang digunakan untuk aktivitas PETI.
Untuk itu ke depan dalam rangka mengoptimalkan penyelesaian kegiatan ilegal di TNGHS, Kemenhut bersama Satgas PKH telah menyusun rencana kegiatan penertiban PETI Kawasan Konservasi TNGHS di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang tersebar pada 11 Blok, dengan sasaran lokasi yaitu:
(1) Resor Panggarangan : Blok Cimari, dan Blok Cirotan
(2) Resor Cisoka : Blok Cisasak, Blok Gang Panjang, dan Blok Cisoka
(3) Resor Cibedug : Blok Cikatumbiri, Blok Ciburuluk, Blok Ciawitali, Blok Cikopo
(4) Resor Gunung Bedil : Blok Cikidang.
Selain itu, Satgas PKH akan melakukan Penertiban Penggunaan Kawasan Konservasi TNGHS untuk bangunan komersial wisata sebanyak 488 unit di Blok Lokapurna, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan berdasarkan hasil operasi ini, perkiraan luas kegiatan ilegal di TNGHS sekitar 493 ha, terdiri dari kegiatan PETI seluas 346 ha dan bangunan vila ilegal sekitar 147 ha. Potensi kerugian negara akibat kegiatan ilegal Peti dan bangunan vila di kawasan konservasi TNGHS diperkirakan sekitar Rp.304 milyar, hal ini belum termasuk nilai kerugian dari hasil tambang ilegal.
Lebih lanjut disampaikan, Penyidik Ditjen Gakkumhut telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan olah TKP berkaitan dengan peristiwa tersebut. Pemeriksaan tersebut untuk menemukan pelaku aktor – aktor yang berperan sebagai pemodalnya.
Sesuai arahan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, yang secara tegas menginstruksikan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menertibkan pelanggaran-pelanggaran dalam kawasan hutan maupun hutan lainnya, maka secara khusus kawasan TNGHS yang merupakan hulu berbagai sungai, salah satunya Sungai Cisadane dipandang harus ditertibkan karena jika tidak, maka dampak ekologis terhadap penurunan kualitas air dan bencana hidrologi banjir dan longsor cukup tinggi.
Upaya penertiban ini sebagai langkah strategis dalam mitigasi bencana yang dapat memberikan dampak kepada masyarakat. Satgas PKH bersama Kemenhut melakukan upaya penyelesaian kegiatan ilegal di TNGHS melalui melalui instrumen penguasaan kembali kawasan konservasi TNGHS beserta HP, HPT dan HL sebagai penyangga seluas 105.072 hektar. Apabila instrumen tersebut belum optimal akan dilakukan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir.
Skema penegakan hukum pidana kehutanan, para pelaku illegal tersebut diancam pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak katagori VI, diduga melanggar Pasal 89 jo pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan/atau Pasal 33 ayat (2) huruf b jo pasal 40B ayat (1) huruf b UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menjelaskan PETI di kawasan konservasi TNGHS telah terjadi secara masif dan mengancam terhadap kelestarian kawasan konservasi yang merupakan salah satu hulu Daerah Aliran Sungai di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. "TNGHS mempunyai fungsi yang strategis sebagai penyangga kehidupan, pengatur tata air, mencegah banjir dan longsor. Operasi ini juga rangkaian kesiapsiagaan kita menghadapi musim penghujan yang dapat mengakibatkan longsor dan banjir," ujarnya.
"Dalam hal upaya penyelamatan TNGHS, Kemenhut telah melakukan berbagai upaya dalam perbaikan tata kelola kawasan konservasi dan usaha-usaha perlindungan hutan. Namun upaya tersebut perlu dioptimalkan melalui upaya penegakkan hukum secara terukur, menimbulkan efek jera dengan melibatkan berbagai pihak," tutup Direktur Jenderal Gakkumhut, Dwi Januanto Nugroho.(*)
Jakarta, 3 Desember 2025
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan,
Krisdianto
Website:
www.kehutanan.go.id
Youtube:
Kementerian Kehutanan
Facebook:
Kementerian Kehutanan
Instagram:
Kemenhut
Twitter:
@kemenhut_ri



